Community Policing

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila melalui Strategi Community Policing guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap Kondisi Aman dan Damai dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional

Oleh: Dr. Rycko Amelza Dahniel

Pendahuluan

Makalah ini akan menjelaskan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang akan memperkokohnya Ketahanan Nasional. Secara khusus, akan ditunjukkan bahwa strategi Community Policing (Perpolisian Masyarakat atau Komuniti), sebagai salah satu dari pelaksanaan fungsi kepolisian proaktif, akan sangat efektif memberikan kontribusi dalam melakukan aktualisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila guna mewujudkan dan meningkatkan kepedulian warga bangsa akan pentingnya menciptakan kondisi aman dan damai, yang dibutuhkan dalam mengawal Pembangunan Nasional dan dalam rangka memperkokoh Ketahanan Nasional.

 

Pembangunan Nasional memerlukan suatu kondisi yang aman dan damai. Menjadi sangat sulit melakukan Pembangunan Nasional yang bertujuan mensejahterakan masyarakat apabila kondisi di masyarakat rusuh, penuh kecurigaan, tidak adanya saling kepercayaan. Kondisi damai di masyarakat merupakan kemutlakan yang tidak dapat diperdebatkan dalam rangka memperkuat Ketahanan Nasional. Kondisi yang aman dan damai di masyarakat akan mencerminkan sejauh mana keuletan dan ketangguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai bentuk tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang secara langsung maupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas, keamanan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Keuletan dan ketangguhan ini perlu dibina secara konsisten,dengan didasari olehPancasila dan UUD 1945 sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dari keberadaan dan keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia dimasa kini dan dimasa mendatang. Sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama adalah sebagai dasar falsafah negara (philosophisce grondslag) dan keberadaannya secara formal ditempatkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai hukum dasar Negara,sekaligus sebagai falsafahhidup bangsa (way of life) dan ideologi nasional. Oleh karena itu, Pancasila merupakan prinsip orientasi hidup bernegara yang menjadi rambu-rambu untuk mencapai cita-cita dan tujuan kemerdekaan.

Sejarah perjalanan negara dan bangsa Indonesia menunjukkan telah terjadi pasang surut dalam pemahaman, pemaknaan dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berbagai upaya untuk menggantikan Pancasila itu nyata terjadi berupa pemberontakan bersenjata dan tragedi berdarah pada era orde lama tahun 1960-an oleh kelompok komunis yang ditetapkan sebagai bahaya laten hingga saat ini. Pada era orde baru, situasi keamanan menjadi prioritas dan diperkuat, sentralistis dan terkesan mengekang kebebasan warga negara. Pemaknaan dan pemahaman nilai-nilai Pancasila menjadi perhatian utama, dimobilisasi secara nasional dan menimbulkan penafsiran menjadi bagian dari rezim orde baru untuk mempertahankan kekuasaannya. Ketika rezim orde baru digantikan oleh rezim reformasi yang mengusung euforia kebebasan, maka semua yang serba orde baru dianggap tidak baik dan tidak benar, termasuk Pancasila dan cara-cara indoktrinasi dalam pemahaman dan untuk pengamalannya, juga pendekatan keamanan dan penegakan aturan oleh negara seolah menjadi bagian dari pengekangan kebebasan. Pada rezim reformasi, meskipun tidak ingin mengubah Pancasila sebagai dasar negara, namun tidak ada lagi satu metoda yang digunakan dan lembaga negara yang bertugas untuk memberikan pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila, yang sejatinya merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur budaya dan kebangsaan Indonesia. Hadirnya kebebasan yang berlebihan (suplus of freedom) dan melemahnya penegakkan aturan oleh negara (rule of law) karena dianggap akan mengekang kebebasan itu sendiri, telah melahirkan berbagai konflik kerukunan antar umat beragama, semakin pudarnya penghormatan kepada martabat dan hak asasi manusia, utamanya kepada orang yang tua atau yang lebih tua, guru, dan para pemimpin, semakin sering menggunakan cara kekerasan dan penggunaan kekuatan untuk penyelesaian masalah, dan pudarnya rasa gotong royong. Disisi lain, semakin meningkatnya gerakan kelompok radikal fundamentalis dengan memanfaatkan atribut-atribut agama Islam mengobarkan jihad, yang secara terbuka ingin mengganti Pancasila dan membentuk negara Islam (khilafah islamiyah) dimulai dari cara yang soft power dengan berdakwah sampai dengan menggunakan hard power berupa serangan teror kepada warga, aparatur dan simbol-simbol negara yang sudah mengarah kepada insurgensi.

Dua sisi sejarah yang saling berhadapan dalam memaknai dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, kadangkala berjalan secara ambivalen dalam kehidupan masyarakat, hal ini akan terus terjadi bila tidak ada upaya sistematis, komprehensif, dan integral dari Negara untuk memberikan pemahaman, pemaknaan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila guna mewujudkan Ketahanan Nasional yang berisi keuletan dan ketangguhan setiap warga bangsa dalam menghadapi ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan yang datang dari dalam maupun luar negeri, dan untuk menjamin identitas, integritas dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara serta perjuangan untuk mencapai Tujuan Nasional.

Makalah ini akan menjelaskan strategi Community Policing sebagai salah satu pendekatan yang digunakan untuk melakukan aktualisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila guna memperkokoh Ketahanan Nasional. Perpolisian Masyarakat pada hakikatnya selaras dengan azas-asas Ketahanan Nasional yang berlandaskan menyeluruh terpadu, kekeluargaan, mawas kedalam dan keluar, dan kesejahteraan dan keamanan. Perpolisian Masyarakat merupakan salah satu fungsi kepolisian proaktif yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, yang dilakukan oleh petugas polisi bersama-sama dengan individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat atau komuniti secara terstruktur, mengedepankan upaya pencegahan, penguatan kesadaran komuniti, dan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup warga berupa terwujudnya keamanan dan kedamaian.

Kegiatan utama Perpolisian Masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga pilar utama yang membangunnya, meliputi kegiatan proaktif, partnership dan problem solving, yang tidak saja sebagai upaya mewujudkan keamanan dan kedamaian, serta peningkatan kualitas hidup warga dapat, namun bersamaan dengan itu dapat terlaksana aktualisasi pemahaman, pemaknaan dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.

 

Community Policing sebagai strategi aktualisasi nilai-nilai Pancasila

Filosofi dan konsep Community Policing (Perpolisian Masyarakat)

Perpolisian atau pemolisian merupakan berbagai upaya dan tindakan petugas polisi dalam rangka menjalankan fungsi kepolisian, yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (pasal 2 UU Nomor 2 tahun 2002).

Fungsi polisi harus dilihat dalam perspektif bahwa individu, masyarakat dan negara masing-masing merupakan sebuah sistem yang secara keseluruhan memproses masukan-masukan program pembangunan untuk menghasilkan keluaran berupa kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan. Dalam proses demikian, maka fungsi polisi adalah untuk menjaga agar keluaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan menjaga agar individu, masyarakat, dan negara merupakan unsur-unsur utama dan sakral dalam proses-proses tersebut tidak terganggu atau dirugikan.

Berdasarkan metoda dan pendekatan yang digunakan, setidaknya terdapat dua model atau gaya pemolisian, yaitu pemolisian konvensional dan modern. Metoda dan pendekatan pada model pemolisian konvensional berupa serangkaian aktivitas petugas polisi dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan mengedepankan upaya-upaya penegakan hukum (crime fighter) dan bertindak berdasarkan adanya kejadian atau masalah yang dilaporkan dan muncul diatas permukaan (reactive policing), seperti pemolisian ala pemadam kebakaran (fire brigade policing), pemolisian ala para militer (paramilitary policing), dan pemolisian tipe putar nomor telepon  (dial-a-cop policing). Model pemolisian yang kedua adalah pemolisian modern yang lebih mengedepankan pencegahan dan tindakan proaktif untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah sosial dalam masyarakat. Metoda pemolisian modern berorientasi pada masyarakat, didasarkan atas supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, lebih transparan dan berupaya untuk melindungi sumberdaya manusia sebagai aset bangsa. Pemolisian ini yang disebut dengan Community Policing (Perpolisian Masyarakat) yang diterapkan di negara modern dan demoktratis.

Polisi masa depan dalam negara modern yang demokratis menuntut polisi mendahulukan tindakan pencegahan ketimbang penindakan atau penegakan hukum (prevention is better than cure), karena tindakan pencegahan lebih mampu mereduksi terjadinya masalah sosial, menekan timbulnya kerugian harta dan jiwa, ongkos yang dikeluarkan relatif lebih sedikit, dan tindakan pencegahan mengikutsertakan warga masyarakat dalam menciptakan keteraturan sosial dalam masyarakat itu sendiri. Konsep dan strategi pencegahan proaktif terhadap masalah-masalah sosial dengan mengikutsertakan komunitas-komunitas dalam masyarakat disebut dengan program Perpolisian Masyarakat (community policing, Perkap Nomor 7 tahun 2008).

Perpolisian Masyarakat dibentuk atas bangunan konsep dari pembangunan komunitas (community development) yaitu merupakan sebuah proses yang bercorak bottom up dimana anggota-anggota sebuah komuniti mengorganisasi diri mereka dalam kelompok atau kumpulan individu yang secara bersama merasakan kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka penuhi dan masalah-masalah yang harus mereka atasi yang dalam pelaksanaannya mereka itu tergantung pada sumber-sumberdaya yang ada dalam komuniti, dan bila merasa kurang maka mereka meminta bantuan kepada pemerintah atau badan-badan pemerintah (Suparlan 2004a, Blakely 1979, Hegeman dan Kooperman 1974). Sehingga dalam Perpolisian Masyarakat memperlihatkan keterlibatan masyarakat dalam memberikan ide-ide, perencanaan-perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan dari anggota komuniti yang berasal dari dan untuk kepentingan mereka bersama, sehingga apabila keteraturan sosial, kondisi aman dan damai menjadi suatu kebutuhan bagi komuniti, masyarakat dan warga sukubangsa, maka mereka diberi kesempatan untuk membangunnya secara bottom up, dan polisi berupaya memfasilitasi terciptanya kebersamaan diantara warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut.

Program Community Policing (Perpolisian Masyarakat) sejatinya, tidak saja mendorong terciptanya kondisi yang aman, lebih dari itu mewujudkan kondisi damai melalui kebersamaan, kepedulian, saling menjaga, penuh kehangatan, harmoni, dan dengan semangat gotong-royong. Situasi dan kondisi terwujud ini yang sesungguhnya merupakan aktualisasi dari nilai-nilai luhur Pancasila yang akan mengakselerasi Pembangunan Nasional dan memperkokoh Ketahanan Nasional.

Menurut Poeloengan (2013) bahwa pendekatan pembangunan keamanan lebih berorientasi pada peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap potensi ancaman dan gangguan. Kondisi ini masih harus dilengkapi dengan pendekatan pembangunan perdamaian yang tidak sekedar curiga, waspada dan hati-hati, namun lebih dari itu mewujudkan kebersamaan, saling membantu, saling mengenal, rasa kekeluargaan, kepedulian, saling ketergantungan dan kepercayaan. Terdapat empat strategi pembangunan perdamaian, menurut Lisa Schirch dalam The Cycle of Peacebuilding (dalam Poeloengan, 2013) yaitu peningkatan kapasitas warga, mengobarkan anti kekerasan, mentrasformasikan hubungan, dan meredam kekerasan yang dilakukan secara simultan berkesinambungan satu sama lainnya. Berkenaan dengan pendekatan The Cycle of Peacebuilding, Perpolisian Masyarakat dapat menjadi suatu bentuk strategi yang mentransformasi hubungan masyarakat menjadi suatu masyarakat yang peduli terhadap pentingnya kebersamaan, gotong rotong dan persatuan bangsa dalam mewujudkan kondisi masyarakat yang penuh kedamaian.

 

Tiga pilar Perpolisian Masyarakat: upaya aktualisasi pemaknaan nilai-nilai Pancasila

Telah dijelaskan diatas bahwa kegiatan utama Perpolisian Masyarakat dapat dikelompokkan melalui tiga pilar utama yang meliputi kegiatan proaktif, partnership dan problem solving, yang tidak saja sebagai upaya mewujudkan kondisi aman dan damai, serta peningkatan kualitas hidup warga, namun paralel dan bersamaan dengan itu terwujud pula aktualisasi pemahaman, pemaknaan dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila yang akan semakin memperkokoh Ketahanan Nasional.

Proaktif

Merupakan tindakan mendahului berupa deteksi (early warning), pre-emtif (indirect prevention) dan preventif (direct prevention) untuk mengidentifikasi, mengenali dan melakukan pencegahan sebelum meningkat menjadi masalah sosial. Deteksi dini menunjuk kepada perlunya rasa kebersamaan, satu ikatan, satu tujuan dan kepentingan untuk mengenali adanya sebuah gejala atau fenomena sosial yang dapat berkembang menjadi sebuah masalah sosial dan mengganggu keteraturan, keamanan dan kedamaian di lingkungan suatu komunitas. Deteksi dini selalu berorientasi kepada masyarakat, karena memang masyarakat itu yang paling mengetahui diri dan lingkungannya, termasuk gejala dan fenomena sosial yang mulai berubah di lingkungan komunitasnya. Kata kuncinya kebersamaan dan gotong royong.

Upaya pre-emtif atau pembinaan masyarakat dari sudut pandang kepolisian merupakan segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi, kesadaran hukum, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. Strategi Perpolisian Masyarakat, sejatinya diterapkan pada fungsi pre-emtif, dengan menempatkan warga komuniti tidak saja menjadi objek dari pembinaan, akan tetapi lebih dari itu menjadi subjek atau pelaksana untuk menciptakan partisipasi seluruh warga, saling mengingatkan kesadaran hukum dan ketaatan warga terhadap hukum dan perundangan. Kata kuncinya saling mengingatkan dan membangun kerukunan.

Dan, upaya preventif dari sudut pandang kepolisian merupakan segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan, khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum pada tempat-tempat atau kegiatan yang patut diduga dapat menimbulkan gangguan sosial. Dengan prinsip melibatkan dan menempatkan warga komuniti sebagai subjek dalam melakukan upaya preventif atau pencegahan baik yang dilakukan petugas siskamling, ronda malam, atau pecalang di Bali, akan tercipta suasana kerukunan, kebersamaan dan saling peduli satu dengan lainnya. Kata kuncinya kerukunan, kebersamaan dan peduli.

Rangkaian kegiatan atau upaya proaktif yang dimulai dari tindakan mendahului berupa deteksi (early warning), pre-emtif (indirect prevention) dan preventif (direct prevention) untuk mengidentifikasi, mengenali dan melakukan pencegahan sebelum meningkat menjadi masalah sosial, dilakukan bersama-sama dengan petugas polisi dan menempatkan warga komuniti menjadi subjek. Prinsip-prinsip kegiatan proaktif ini selalu berorientasi kepada masyarakat, menghormati perbedaan dan keberagaman dengan menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, mendorong terjadinya keterbukaan, mengedepankan upaya pencegahan dan melindungi sekaligus meningkatkan pengetahuan setiap warga terhadap diri dan lingkungannya. Sehingga pada saat yang bersamaan, sesungguhnya telah terjadi aktualisasi dan implementasi pemaknaan nilai-nilai Pancasila, tanpa melalaui indoktrinasi, tanpa menghafal text book atau datang ke kelas-kelas penataran. Nilai-nilai Pancasila yang dimaksud adalah menghormati perbedaan dan keberagaman, termasuk untuk hidup rukun meskipun berbeda agama dan keyakinan, tumbuhnya penghormatan hak asasi manusia, kesadaran, ketaatan dan persamaan diimuka hukum, dan berseminya sikap solider dan loyal terhadap sesama warga.

Kemitraan (partnership)

Konsep awal kemitraan dalam kegiatan utama Perpolisian Masyarakat adalah hubungan fungsional antara polisi dan masyarakat dan polisi tidak dapat bekerja sendiri dalam menciptakan kondisi aman dan damai, serta untuk memperbaiki dan meningkatkan hubungan serta sinergitas petugas polisi dengan masyarakat. Menurut Trojanowich (1998) bahwa community policing encourages a new partnership between people and their police, which rest on mutual respect, civility and support. Dengan demikian jelas diperlukan adanya kemitraan antara polisi dengan masyarakat, sinergi, semangat gotong royong, saling menghormati, saling menghargai dan saling mendukung satu dengan lainnya.

Penerapan konsep ini juga berorientasi kepada masyarakat, artinya juga menempatkan hubungan yang setara antara petugas polisi dan masyarakat, dengan demikian tidak saja menempatkan warga masyarakat sebagai objek, namun lebih dari itu bersama-sama petugas polisi menjadi subjek yang memproses berbagai masukan berupa gejala, fenomena dan termasuk masalah sosial menjadi keluaran berupa kedamaian dan keamanan yang dapat mendorong terwujudnya Pembangunan Nasional berupa hadirnya kesejahteraan dan keamanan, dan akhirnya memperkokoh Ketahanan Nasional. Kata kunci dari berbagai upaya kemitraan itu adalah adanya semangat persatuan, hadirnya kerukunan dalam perbedaan dan gotong royong yang melahirkan ketangguhan warga bangsa sebagai pendorong pembangunan kekuatan nasional untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai Tujuan Nasional.

Pemecahan masalah (Problem solving)

Problem solving mendorong pelibatan masyarakat untuk bersama polisi melakukan kegiatan pemecahan masalah sosial yang dihadapinya. Dalam konteks fungsi kepolisian, pada pilar ini, strategi Perpolisian Masyarakat dikembangkan dengan memberdayakan masyarakat atau warga komuniti untuk memecahkan masalah sosial dari cara yang paling soft dengan menggunakan kearifan lokal, konvensi sosial, keadilan restoratif (restorative justice) sampai dengan upaya terakhir penegakan hukum positif. Oleh karena itu pemecahan masalah yang dilakukan tidak sekedar menerima laporan atau menangani perkara, akan tetapi mencari akar permasalahannya dan mencoba melakukan perbaikan atas keteraturan sosial yang rusak atas konflik yang terjadi, memahami latar belakang masyarakat, kemampuan mengidentifikasi masyarakat, menjalin kerjasama dengan pihak-pihak tepat, dan membuat beberapa opsi penyelesaian yang terbaik, sampai dengan opsi terakhir penegakan hukum. Pada posisi ini, peran seorang petugas polisi harus mampu menjadi mediator, katalisator dan wasit yang adil dalam memecahkan masalah sosial.

Salah satu contoh implementasi Perpolisian Masyarakat yang pernah dilakukan oleh penulis ketika mendapat amanah menjadi Kapolres Metropolitan Jakarta Utara adalah Program Peningkatan Kualitas Hidup Warga Kamal Muara Jakarta Utara melalui kerjasama kemitraan (partnership) sebagai upaya nyata tindakan proaktif (proactive policing) dan pemecahan masalah (problem solving) yang dituangkan melalui sebuah Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta, warga dan Manajemen Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Yayasan Budha Tzu Chi yang ditandatangani pada 4 Juni 2009. Program Perpolisian Masyarakat ini merupakan hasil pemetaan potensi konflik (potential conflict mapping) melalui fungsi deteksi dan door to door program (kunjungan petugas polisi kerumah-rumah warga) yang menunjukkan adanya sebuah pola pemukiman segregasi yang menghasilkan kesejangan sosial dan ekonomi yang cukup tajam di wilayah Kamal Muara, utamanya komunitas yang tinggal di perumahan elit PIK dengan komunitas warga kumuh yang ada disekelilingnya meliputi warga Kamal Muara, Pejagalan dan Kolong Tol Penjaringan Trading.

Potensi konflik ini dapat meledak menjadi konflik komunal, kekerasan atau SARA yang saling berhadapan dan saling menghancurkan bila tidak dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif, pre-emtif (pembinaan masyarakat), dan preventif (penggelaran polisi berseragam) secara simultan dan sistematis. Melalui kegiatan proaktif, partnership dan problem solving dilakukan pertemuan warga dalam sebuah wadah Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM) antara warga dan manajemen PIK, warga sekitarnya, dengan fasilitator Polres Metropolitan Jakarta Utara, serta Yayasan Budha Tzu Chi dan LSM Swiss Contact sebagai civil society.

Pertemuan yang dilandasi dengan semangat kebersamaan, kerukunan, saling menghormati, saling berbagi dan gotong royong guna meningkatkan kualitas hidup warga disekitar PIK dan mewujudkan keamanan dan kedamaian, maka disepakati program peningkatan kualitas hidup warga dengan komponen kegiatan, pertama, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas ekonomi meliputi peningkatan keterampilan kerja, pengembangan usaha baru, peningkatan kapasitas Lembaga Keuangan Mikro setempat atau koperasi. Kedua, kegiatan sosial kemasyarakatan yang meliputi survey kesehatan berkala, bhakti sosial dan kesehatan, perbaikan tempat ibadah, penyuluhan kamtibmas, dan pertemuan antar komunitas. Ketiga, sarana fisik fasilitas umum, meliputi konstruksi peninggian tanggul pantai dan sarana MCK. Dan kelima, penghijauan pemeliharaan lingkungan di kawasan restorasi Hutan Lindung Angke Kapuk meliputi pematangan lahan penanaman mangrove, penanaman, pemeliharaan dan pengelolaan areal mangrove.

Alhamdulillah, program ini bekerja dengan baik, ibarat sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui, progam ini tidak saja menciptakan keamanan di kawasan Kamal Muara, lebih dari itu telah mewujudkan sebuah kedamaian berupa terjalinya kemitraan antara warga dan pemangku kepentingan, semangat kebersamaan dan gotong royong, yang sejatinya merupakan aktualisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila. Satu bulan setelah program itu berjalan, dan dirasakan manfaat kebersamaan dan kedamaian yang tercipta di kawasan, maka pada tanggal 14 Juli 2009, manajamen PIK menghibahkan lahan hijau 8.650 m2 yang telah terpasang rumput, grass block dan tiga lapangan sepak bola untuk dimanfaatkan oleh warga sekitar PIK sebagai tempat rekreasi dan olah raga dibawah pengelolaan Polres Metropolitan Jakarta Utara.

 

Penutup

  1. Kesimpulan

1)      Perpolisian Masyarakat (community policing) sebagai strategi pada fungsi kepolisian proaktif merupakan salah satu cara yang dapat dipromosikan untuk melakukan aktualisasi dan internasilasi nilai-nilai Pancasila guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kondisi aman dan damai guna memperkokoh Ketahanan Nasional.

2)      Metoda dan pendekatan yang digunakan melalui Perpolisian Masyarakat lebih mengedepankan berbagai upaya pencegahan, keikutsertaan warga komuniti, membangun kebersamaan, kerukunan, saling membantu, gotong-royong, menghormati perbedaan, dan penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia, tanpa melalui indoktrinasi, text book dan datang ke kelas-kelas penataran, karena tujuan dari metoda dan pendekatan yang dilakukan adalah suatu kondisi yang menjadi kepentingan, untuk dan oleh semua berupa terwujudnya kondisi aman dan damai.

3)      Perpolisian masyarakat yang merupakan pengejawantahan dari fungsi dan peran Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat melalui fungsi proaktif, pre-emptif dan preventif yang dapat menggugah dan meningkatkan kepedulian, kebersaman dan gotong royong di antara stakeholder akan pentingnya kondisi damai dalam upaya percepatan pencapaian kesejahteraan. Menegakkan hukum atas perbuatan kriminal adalah Keharusan. Namun, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat agar tidak terjadi perbuatan kriminal adalah Kemuliaan.

4)      Nilai-nilai yang terbangun dari metoda dan pendekatan Perpolisian Masyarakat dengan mengikutsertakan warga komuniti melalui tindakan proaktif, partnership dan problem solving, selaras dengan makna nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai itu terbangun, lestari dan dijadikan acuan dalam kehidupan masyarakat, yang sesungguhnya mewujudkan keuletan dan ketangguhan warga negara untuk mendorong Pembangunan Nasional menuju terwujudnya cita-cita nasional.

5)      Nilai-nilai yang dibangun dari metoda dan pendekatan Perpolisian Masyarakat itu juga, sesungguhnya merupakan nilai-nilai luhur budaya bangsa plus kemurnian ajaran agama yang menjadi pondasi dalam perumusan nilai-nilai Pancasila.

  1. Saran

1)      Aktualisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila wajib dilakukan sejak usia dini di sekolah, dan menjadi pelajaran yang wajib di semua sekolah, baik negeri, swasta maupun internasional.

2)      Metoda dan pendekatan modul pelajaran wajib tersebut bukan dengan indoktrinasi, akan tetapi melalui pemahaman sejarah pembentukan bangsa, perjuangan kemerdekaan dan nilai-nilai luhur budaya berupa filsafat kemanusiaan, serta langsung diaplikasikan dalam kegiatan harian yang nyata di sekolah, yang berisi tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya, seperti rasa kebersamaan dan kerukunan umat beragama, menghormati perbedaan, sopan santun, budi pekerti, menghormati orang yang lebih tua, membantu yang lemah, mengunjungi yatim piatu, rumah jompo, gotong royong, menanam pohon, merawat sungai, dan kegiatan nyata lainnya untuk menanamkan nilai-nilai filsafat kemanusiaan yang sesunggunya merupakan fondasi dari nilai-nilai Pancasila.

3)      Perlu adanya sebuah lembaga yang dibentuk dari antar-kementerian atau antar-lembaga negara yang menyusun modul aktualisasi nilai-nilai kebangsaan itu, dibawah koordinasi Kemendikbud sebagai penjuru dan lembaga pelaksana. Untuk saat ini pembentukan sebuah lembaga yang bertugas untuk melakukan indoktrinasi akan mendulang resistensi dan kontraproduktif.

 

Jakarta, 13 Agustus 2014

 

Daftar pustaka

Bayley, David H, 1998, Police for the Future, Saduran oleh Kunarto dan NKM Arief Dimyati Polisi Masa Depan, Citpa Manunggal, Jakarta

Poeloengan, Andrea Hynan, 2013, Polri Pelopor Pembangunan Perdamaian, Makalah pada Majalah Dhirabrata 1 Juli 2013

Rahardjo, Satjipto, 2001, Tentang Community Policing di Indonesia,  Makalah dalam Seminar Polisi antara Harapan dan Kenyataan di Sespati Polri, Makalah dicetak kembali oleh YPKIK dalam Bunga Rampai Ilmu Kepolisian 2004, Jakarta

________________ , 2002, Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial di Indonesia,  Penerbit Buku Kompas, Jakarta

Suparlan, Parsudi,   1972, The Javanese in Bandung: Ethnicity in a Medium Sized Indonesian City, M.A Thesis, University of Illinois

_______________, 1997, Polisi dan Fungsinya Dalam Masyarakat, Makalah Diskusi dengan Angkatan I KIK Program S-2 – UI 1997. Jakarta

_______________, 1999c, Polisi Masa Depan, Makalah Sarasehan Pemantapan Sistem Pendidikan Polri dalam kerangka Profesionalisme Polri, Diterbitkan oleh Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian (YPKIK), Jakarta

_______________, 2004, Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta

_______________, 2004, Hubungan Antar Sukubangsa, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta

Trojanowicz Robert, 1998, Community Policing: How To Get Started, co-authored with policing.com’s Bonnie Bucqueroux (Anderson Publishing, Cincinnati, OH

Indonesia, 2002, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta

 

Kepolisian RI, 2008, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, Jakarta