Oleh: Dr. Rycko Amelza Dahniel[1]
Administrasi
Studi mengenai administrasi setidaknya perlu memahami tiga hal menurut Wilson (1887) yaitu:
(1) study of administration needful to take some account of what others have done in the same line; (2) to ascertain just what is its subject matter; dan (3) to determine just what are the best methods by which to develop it, and the most clarifying political conceptions to carry with us into it. Hughes (1994) menjelaskan bahwa administration involves following instructions and service, focused on process, on procedures and propriety.
Administrasi merupakan seperangkat metode, instruksi-instruksi, arahan dan pelayanan agar setiap orang bekerja sesuai arah yang telah ditentukan (Wilson, 1887; Dunsire, 1973; Shafritz & Hyde, 1992; Stilman II, 1992; Hughes, 1994).
The object of administrative study is to rescue executive methods from the confusion and costliness of empirical experiment and set the upon foundations laid deep in stable principle (Wilson, 1887).
Sehingga menurut Woodrow Wilson (1887), organisasi dapat diibaratkan sebagai anatomi administrasi dan manajemen adalah fisiologinya (Djamin, 1995 dan lihat juga 2007). Organisasi sebagai anatomi menunjukkan sebagai struktur formal yang bersifat statis dan manajemen sebagai fisiologi yang bersifat dinamis. Siagian (1987) dan Bayley (1995) menyebutnya dengan tiga pilar komponen utama yang saling berhubungan dan mendukung satu dengan lainnya yang membangun administrasi yaitu manajemen, organisasi dan kegiatan-kegiatan operasional.
Berbagai teori-teori administrasi seluruhnya berisi tentang berbagai pendekatan untuk melakukan perbaikan disegala bidang (Fredrickson, 1997). Administrasi merupakan bagian dari pemerintahan, tindakan-tindakan pemerintah, para eksekutif, petugas-petugas pelaksana, yang menunjukkan gambaran dari suatu pemerintahan, namun administrasi berada diluar lingkup politik yang sebenarnya. Persoalan-persoalan administrasi bukanlah persoalan-persoalan politik, meskipun politik menetapkan tugas-tugas bagi administrasi, namun ia tidak boleh dibiarkan untuk memanipulasikan jabatan-jabatan administrasi (Wilson, 1887; Goodnow, 1900; Fredrickson, 1994).
Administration is the most obvious part of government, it is government in action, it is the executive, the operative, the most visible side of government and is of course as old as government itself. The field of administration is a field of business, it is removed from hurry and strife of politics. It is a part of political life only as the methods of the counting-house are a part of the life of society, only as as machinery is a part of the manufactured product (Wilson, 1887).
The duty or duties of the administrator, specifically, the executive function of government, consisting in the exercise of all the powers and duties of government, both general and local, which are neither legislative nor judicial. Both of lay stress upon the fact that politics has to do with guiding or influencing of governmental policy. It is these two function which it is here desired to differentiate, and for which the words ‘politics’ and ‘administration’ have been choosen (Goodnow, 1900).
Konsep administrasi menurut Siagian (1989) adalah proses penyelenggaraan serangkaian kegiatan oleh sekelompok manusia yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan pemanfaatan sarana dan prasarana tertentu. Dari konsep tersebut terlihat bahwa administrasi memiliki lima unsur yaitu, adanya suatu proses, adanya serangkaian kegiatan, adanya sekelompok manusia, adanya sarana dan prasarana serta adanya tujuan. (1) Unsur proses, menunjukan bahwa adanya suatu keberlangsungan dan kesinambungan sesuatu sejak dimulai hingga akhir. Keberlangsungan dan kesinambungan sesuatu berkaitan dengan erat dengan keterbatasan kemampuan manusia yang tidak memungkinkan mencapai kesempurnaan yang mutlak dari hasil karyanya dengan serta merta. Oleh karena itu proses biasanya dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, berdasarkan atas kurun waktu, sasaran, ketersediaan dana, atau kriteria lainnya. Setiap tahap diusahakan dan diharapkan berakibat pada peningkatan hasil yang dicapai dengan tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi. Dalam administrasi hal ini menjadi penting, karena proses menggambarkan adanya urutan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. (2) Unsur rangkaian kegiatan, menunjukkan bahwa terdapat beberapa kegiatan yang berbeda satu dengan lainnya yang dikerjakan dalam saat yang bersamaan, dimana kegiatan tersebut berlangsung secara terus-menerus atau berkelanjutan dan ada satu prinsip yang dipegang teguh. Oleh karena itu administrasi diperlukan sebagai prinsip yang universal menjadi pedoman dari kegiatan-kegiatan yang berbeda. (3) Unsur sekelompok manusia, menunjukkan bahwa proses dalam administrasi dikerjakan oleh sekelompok manusia, artinya administrasi diciptakan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia. Oleh karena itu manusia dengan segala tingkah lakunya didalam administrasi menjadi unsur yang terpenting dan sekaligus menarik untuk dipelajari oleh para ilmuwan dari masa kemasa. (4) Unsur sarana dan prasarana, menunjukkan bahwa tersedianya sarana dan prasarana tertentu dalam penyelenggaraan rangkaian kegiatan oleh sekelompok manusia merupakan keharusan mutlak. Jumlah, bentuk, dan jenis dari sarana dan prasarana yang diperlukan sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis kegiatan yang harus dilakukan, dengan pendekatan tercapainya efesiensi dan efektivitas dari penggunaan sarana dan prasarana tersebut. (5) Unsur tujuan, menunjukkan adanya tujuan yang ingin dicapai, artinya setiap organisasi diciptakan untuk mencapai tujuan tertentu, oleh karena itu tujuan organisasi harus layak, dipahami dan diterima oleh setiap anggota organisasi agar dapat berperan sebagai penuntun bagi penyelenggaran semua kegiatan organisasi.
Konsep administrasi ini pada dasarnya menempatkan manusia menjadi unsur yang terpenting dalam administrasi, karena manusia merupakan satu-satunya alasan diadakannya administrasi, manusia menciptakan administrasi untuk kepentingan manusia dalam menata manusia dan berbagai aktivitas dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Pentingnya unsur manusia dalam konsep administrasi juga ditunjukkan dari tiga pilar komponen utama yang saling berhubungan dan mendukung satu dengan lainnya membangun administrasi, yaitu manajemen, organisasi dan kegiatan-kegiatan operasional (Siagian, 1989:7; Bailey, 1995:13). Manajemen dapat diartikan sebagai kemampuan manusia atau pemimpin atau pejabat manajerial untuk memperoleh hasil melalui serangkaian fungsi-fungsi atau aktivitas-aktivitas manusia lain dalam rangka mencapai tujuan. Demikian juga dengan konsep organisasi merupakan wadah dan proses interaksi dari manusia-manusia yang terdapat didalamnya, dimana aktivitas-aktivitas dari manusia-manusia tersebut secara nyata dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan operasional. Oleh karena unsur manusia dalam administrasi sangat menentukan dalam pencapaian tujuan, maka hubungan atau interaksi antar manusia yang ada didalamnya perlu diarahkan dan diatur oleh seperangkat aturan yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Menurut Weber (dalam Albrow, 1989) memandang kenyataan bahwa tingkah laku manusia biasanya diorientasikan pada seperangkat aturan (ordnung) yang berdasarkan analisis sosiologis, adanya seperangkat peraturan yang berbeda yang mengarahkan tingkah laku adalah merupakan konsep yang hakiki (intrinsik) bagi konsep organisasi. Namun Djamin (1995) juga melihat bahwa unsur lingkungan sangat penting pengaruhnya terhadap administrasi. Oleh karena itu dalam mengadakan perbandingan administrasi, harus pula diperhatikan perbedaan lingkungan dari administrasi tersebut. Lingkungan ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya harus selalu diperhitungkan dalam mempelajari administrasi.
Administrasi publik
Administrasi berdasarkan tujuannya dibedakan atas administrasi bisnis dan publik. Kasim (1993:13), Djamin (1995:38) dan Hoessein (1997:1) administrasi yang memiliki tujuan pada sektor bisnis disebut dengan administrasi bisnis, yaitu administrasi yang memberikan pelayanan jasa untuk mencari keuntungan, sedangkan administrasi yang memiliki tujuan pada sektor publik disebut dengan administrasi publik, yaitu administrasi yang dijalankan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat atau publik dengan tidak mencari laba. Administrasi publik, menurut Siagian (1989), Hoessein (1997), dan Frederickson (1997) adalah seluruh proses, organisasi dan individu sebagai pejabat sehubungan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan legislatif, eksekutif dan peradilan. Demikian pula dengan Bailey (1995) dan Frederickson (1980) yang melihat administrasi sebagai administrasi publik, yaitu pelaksanaan tugas eksekutif dan sebagai pelaksana urusan publik yang dibedakan dari pembuatan kebijakan. Konsep ini secara tegas membedakan secara klasik antara politik dan administrasi. Ditegaskan oleh Fredrickson (1997:19) bahwa kata publik pada umumnya, dalam teori dan kajian disebut sebagai kewarganegaraan (citizenship), kepentingan publik (the public interest), sarana-sarana umum (the common good), dan kehendak umum (the common will), oleh karena itu dalam pendekatan utama administrasi publik, penggunaan kata publik diasumsikan sama dengan pemerintah atau negara yang bertanggung jawab terhadap publik atau masyarakat untuk memberikan pelayanan jasa melalui fungsi-fungsi yang diatur dalam administrasi pemerintahan.
Djamin (1995) menegaskan bahwa administrasi negara meliputi produk barang-barang dan jasa yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan warga negara yang menjadi konsumennya. yang memiliki ciri-ciri, antara lain (1) tidak berpihak dan adil, (2) orientasi pada pelayanan kepada masyarakat, (3) keuangan dari anggaran pendapatan negara, (4) bersifat terbuka terhadap masyarakat, kecuali dalam hal-hal yang bersifat rahasia, (5) pegawai dipilih secara selektif, dan (6) mempunyai hirarki. Sedangkan administrasi pada sektor privat (private administration) mempunyai ciri-ciri (1) dimiliki oleh swasta, (2) keuangan diatur oleh harga pasar, (3) keuntungan sebagai insentif utama, (4) bersaing dengan perusahaan lain, dan (5) bebas menerima dan memberhentikan pegawai, dalam batas peraturan perundangan. Karena kepolisian merupakan bagian dari aparatur pemerintahan negara, maka administrasi kepolisian merupakan bagian dari administrasi negara, yang dibedakan dengan beberapa organisasi dalam administasi negara seperti military administration, police administration, university administration, hospital administration, dan lain-lain.
Administrasi kepolisian
Administrasi kepolisian dalam arti yang luas adalah seluruh aktivitas-aktivitas dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam melaksanakan fungsi kepolisian. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus segera dibentuk yang terutama adalah organisasi, personil, praktek-praktek, dan prosedur-prosedur yang esensinya untuk efektivias kinerja dan penegakkan hukum dan fungsi-fungsi tradisional kepolisian lainnya, dan sebagai pertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan (Kenney, 1975). Administrasi kepolisian merupakan administrasi negara yang secara khusus mengurus dan mengorganisir permasalahan kepolisian Republik Indonesia (Djamin, 1995). Bailey (1995:10) menjelaskan bahwa administrasi polisi adalah segmen dari jaringan aparatur pemerintah yang menangani pelaksanaan tugas eksekutif didalam departemen kepolisian dan pelaksanaan kebijakan tertentu pemerintah. Kebijakan-kebijakan tersebut berkaitan dengan tindak kriminal dan mencakup hukum tentang pelarangan atas berbagai tindakan, prosedur yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, pendekatan umum terhadap masalah kriminal (pencegahan, ketidakmampuan, rehabilitasi) dan ekspresi sentimen publik terhadap berbagai tipe kejahatan yang berbeda.
Leonhard Fuld (1909) dalam More (1979:13) yang membahas berbagai permasalahan dengan Police administration menekan tentang prinsip-prinsip dari Police administration, yaitu:
(1) the elimination of politics from police administration, (2) specialization of studies, (3) duties clearly defines, (4) constant supervision by supervisor, (5) strong chief executive leadership, (6) constant audit by inspectors, (7) maintenance of discipline, (8) comprehensive training of patrolmen, (9) selection personnel, and (10) elimination of non-police duties.
Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Fuld difokuskan pada kontrol pada proses manajemen, dan dititkberatkan bahwa manusia hanya dapat bekerja secara efektif apabila dilakukan pengawasan yang terus menerus dan ketat. Oleh karena itu, berbagai permasalahan dalam administrasi kepolisian dapat diatasi melalui kepemimpinan yang kuat dan mekanisme kontrol yang ketat.
ooo000ooo
Daftar Pustaka
Dahniel, Rycko Amelza, 2008, Birokrasi di Kepolisian Resor Kota Sukabumi, Disertasi Doktor Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia, Jakarta.
Djamin, Awaloedin, 2002, Penyempurnaan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jurnal Polisi Indonesia Tahun IV/September 2002, KIK Press, Jakarta.
___________, 2007, Tantangan dan Kendala Menuju Polri Yang Profesional dan Mandiri, PTIK Press, Jakarta
Dunsire, Andrew, 1973, Administration: The World and The Science, martin Robertson & Company Ltd., London.
Nitibaskara, Tb. Ronny Rahman, 2006, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, Penerbit Buku Kompas PT.Kompas Media Nusantara, Jakarta.
Rahardjo, Satjipto, 2002, Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Suriasumantri, Jujun S, 1995, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, Yayasan Obor Indonesia, Edisi kedua, Jakarta.
Shafritz, Jay M & Albert C. Hyde, 1992, Classif of Public Administration, Wadsworth Publishing Company, Third Edition, Belmont, CA
Suparlan, Parsudi, 1994, Metodologi Penelitian Kwalitatif, Program Kajian Wilayah Amerika Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta
Suparlan, Parsudi, 2004, Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta
Wilson, Woodrow, 1887, The Study of Administration: Political Science Quarterly 2 No.1, dalam Classic of Public Administration, 1992, Belmont, CA. dan Public Administration: Concept and Cases, 1992, Boston, MA.
[1] Kombes Pol Dr.Rycko Amelza Dahniel,M.Si, Kanit I Indag, Dit II Eksus Bareskrim Polri, Pengajar pada Kajian Ilmu Kepolisian – KIK dan Departemen Kriminologi UI, 2008.